
Penulis Chairul Rijal F | Editor Chairul Rijal F
masjidkapalmunzalan.id – Tahun Baru Hijriah bukan sekadar pergantian kalender Islam, tetapi momentum penting untuk merenungkan kembali perjalanan umat, meneguhkan identitas, dan memperkuat komitmen dalam membangun peradaban. Seperti halnya peristiwa hijrahnya Rasulullah ﷺ yang bukan sekadar perpindahan tempat, melainkan simbol perjuangan, perubahan, dan pembentukan masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai kebenaran.
Dalam sebuah pertemuan daring yang bertajuk “Inspirasi Awal Tahun: Menjaga Nilai Menuju Hidup Paripurna” pada Sabtu, 28 Juni 2025, KH. Hasan Abdullah Sahal, Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor kembali mengingatkan tentang hakikat hijrah dan tanggung jawab besar yang melekat pada umat Islam saat ini. Beliau menegaskan bahwa hijrah Rasulullah bukan hanya peristiwa sejarah, melainkan pondasi peradaban. Maka dari itu, kita sebagai umat Islam harus senantiasa membangun peradaban, membina manusia, dan memuliakan kemanusiaan dengan tuntunan yang sempurna, yaitu tuntunan Islam: Dinul Fitrah.
KH. Hasan menekankan bahwa dalam menjalani hidup, setiap langkah kita harus didasarkan atas dasar iman. Ilmu (‘ilman) yang kita pelajari bukan hanya pengetahuan kosong, tetapi harus terikat kuat dengan keimanan dan diamalkan secara nyata. Niat yang lurus, identitas yang jelas, serta orientasi hidup yang benar harus ditegakkan terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh.
Beliau juga mengingatkan tentang adab dalam mendengarkan. Mendengarkan bukan sekadar aktivitas pasif, melainkan bagian dari proses menimba ilmu dan menata hati. Tidak semua orang yang mendengarkan memiliki niat yang sama; ada yang mendengarkan karena rindu, ada yang sekadar mengisi kekosongan, bahkan ada yang hanya mencari bahan untuk diperbandingkan atau dikritik. Karenanya, KH. Hasan mengajak kita untuk mendengarkan dengan hati yang tulus, untuk ditaati, bukan sekadar untuk dibantah atau dibanding-bandingkan.
Salah satu penyakit yang marak di tengah umat adalah keinginan untuk lebih banyak berbicara daripada mendengarkan. Banyak orang ingin didengarkan, ingin tampil, ingin menjadi pemimpin, ingin menjadi bapak atau suami, padahal belum layak dan belum siap memikul tanggung jawab itu. Padahal, orang yang mampu mendengarkan dengan baik sering kali lebih beruntung daripada orang yang hanya pandai berbicara.
Fitrah: Karunia yang Harus Dijaga
Setiap manusia dibekali fitrah oleh Allah — potensi dan sumber daya manusia sejak penciptaannya. Fitrah inilah yang harus dijaga dan dikembangkan untuk kebaikan umat. Oleh sebab itu, setiap nasihat, peringatan, dan ajaran yang disampaikan para ulama harus kita dengarkan bukan untuk dibandingkan, tetapi untuk diamalkan dan saling mengambil manfaat.
Dalam membangun peradaban dan membina umat, KH. Hasan menekankan pentingnya keteladanan (uswah atau qudwah). Keteladanan akan melahirkan kepercayaan (tsiqah). Dari kepercayaan akan tumbuh ketaatan (tha’ah), dan dari ketaatan akan lahir gerakan nyata (harokah). Ketika gerakan itu terwujud sesuai dengan teladan yang benar, maka barokah pun akan menyertai.
Menjaga Identitas dan Komunitas Kebenaran
KH. Hasan juga mengingatkan pentingnya menjaga identitas Islam, terlebih saat menjadi minoritas. Tidak perlu tergoda mengikuti opini mayoritas jika bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Jemaah kebenaran itu bukan diukur dari jumlah besar atau kecil, tetapi dari keteguhan pada kebenaran itu sendiri.
Konflik antara kebenaran (haq) dan kebatilan (batil) adalah realitas yang terus berlangsung sejak zaman dahulu hingga sekarang. Perang ini adalah perang lama, bukan hanya soal senjata atau kekuasaan, tetapi perang hati nurani dan keimanan melawan kepalsuan dan kebohongan.
KH. Hasan pun menyesalkan maraknya kebohongan dan kepalsuan yang semakin nyata di dunia modern ini. Beliau mengajak umat untuk menjadi bagian dari 15% manusia yang masih menggunakan hati nurani dan insting kebenaran, bukan bagian dari 85% yang hidup dalam kepalsuan dan kefasikan. Beliau juga mengingatkan akan bahaya era “kibulisasi” — zaman di mana kebohongan disulap menjadi kebenaran.
Kebenaran Bukan Soal Mayoritas
Dalam perjuangan menegakkan kebenaran, jangan berharap selalu menjadi mayoritas. Tugas kita adalah memperjuangkan dan menyampaikan kebenaran, bukan memaksakan kemenangan. Generasi umat harus berani menyatakan kebenaran, bukan sekadar membenarkan kenyataan yang ada.
KH. Hasan juga menguraikan konsep istiqomah — teguh di jalan kebenaran. Istiqomah bukan sekadar bertahan, tetapi meluruskan langkah, menjauh dari penyimpangan dan godaan dunia. Dunia hari ini kerap memutarbalikkan nilai: kebengkokan dianggap keberuntungan, kejujuran dianggap kemalangan, ketidakjujuran dipuji sebagai kemenangan. Ini adalah bisikan setan yang harus dilawan dengan keimanan yang kuat.
Kembali ke Jalan Lurus
KH. Hasan mengingatkan kita untuk selalu kembali ke jalan asli, jalan lurus yang telah diajarkan Allah dalam Al-Quran. Salah satunya melalui perenungan Surat Al-Qiyamah yang mengingatkan tentang tanggung jawab dan pertanggungjawaban di hadapan Allah.
Akhir kata, beliau mengingatkan bahwa:
“Setiap masa ada tokohnya, setiap tokoh ada masanya. Setiap masa ada masalahnya, setiap masalah ada solusinya.”
Pesan ini menjadi pengingat bahwa zaman terus bergulir, namun tanggung jawab menegakkan kebenaran, membangun peradaban, dan menjaga fitrah manusia tetap menjadi amanah yang melekat sepanjang masa. (**)