Subuh Menggapai Keberkahan (SMK) bersama Abuya Alhabib Fahmi Almuthahar

Bagikan :
Abuya Alhabib Fahmi Almuthahar

Kubu Raya (25/3/2025) – Abuya Alhabib Fahmi Almuthahar, hari ini berkesempatan mengisi kajian Subuh Menggapai Keberkahan (SMK) di Masjid Kapal Munzalan Indonesia (MKMI), pada Selasa, 25 Maret 2025 yang bertepatan dengan 25 Ramadhan 1446 H.

Dalam kesempatan ini Abuya Alhabib Fahmi Almuthahar yang juga adalah Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin – Pontianak, didampingi oleh KH. Luqmanulhakim atau Ayahman, Pengasuh Masjid Kapal Munzalan Indonesia (MKMI).

Pertama-tama ia menyampaikan mengenai bagaimana kisah Alhabib Abdullah bin Alawi Alhaddad – salah seorang pengarang Ratib Alhaddad, yang dimana ia selalu mengawali pembicaraannya dengan membaca ayat ke-32 Surah Al-Baqarah :

قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ لَا عِلۡمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡحَكِيمُ

“Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

Mengenai hal ini, ia menyampaikan alasan mengapa Alhabib Abdullah bin Alawi Alhaddad selalu mengucapkannya, yaitu karena rasa ketawadhuan dan kesadarannya, bahwa ilmu yang didapatnya adalah semata-mata karena rahmat dari Allah SWT. Bahkan tidak hanya untuk mengawali pembicaraan, ayat ini juga selalu dituliskannya di awal pembukaan dalam setiap kitab-kitab karangannya.

“Maka dianjurkan bagi kita yang ingin menyampaikan, memberikan nasihat, walaupun nasihat itu hanya kita berikan kepada anak kita di rumah, nasihat apa pun, maka kita pasrahkan diri kita bahwa apa yang kita keluarkan ini bukan karena kehebatan kita, bukan karena ilmu yang kita miliki, bukan karena banyaknya kita mutholaah atau bermurajaah, tetapi itu serta merta karena bantuan atau pun pertolongan yang Allah berikan kepada kita, Alhamdulillah,” ujar Abuya Alhabib Fahmi Almuthahar.

Dalam kaitannya dengan bulan Ramadhan, Abuya Alhabib Fahmi Almuthahar menyampaikan mengenai hubungan antara puasa Ramadhan dan Al-Qur’an yang diibaratkannya seperti hubungan antara kakak-beradik atau saudara kandung. Hal ini karena persamaan pada keduanya, dimana di akhirat kelak keduanya dapat memberikan syafaat kepada orang-orang yang menunaikan haknya ketika di dunia.

Abuya Alhabib Fahmi Almuthahar kemudian membahas mengenai sholat. Ia mengemukakan kisah mengenai turunnya ayat 59 dari Surah Maryam yang berbunyi :

۞فَخَلَفَ مِنۢ بَعۡدِهِمۡ خَلۡفٌ أَضَاعُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَٱتَّبَعُواْ ٱلشَّهَوَٰتِۖ فَسَوۡفَ يَلۡقَوۡنَ غَيًّا

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan,”

Ayat ini mengenai sekelompok orang yang akan datang kemudian setelah wafat Rasulullah Saw dan generasi para Shahabat, yang mana mereka melalaikan sholat dan memperturutkan hawa nafsunya.

Atas hal ini Rasulullah bertanya kepada malaikat Jibril, maka malaikat Jibril mengatakan bahwa betul akan datang sekelompok orang dari umat ini yang akan melalaikan sholat, mengundur-ngundurkan waktu sholat tanpa ada udzur. Mereka mudah saja mengikuti keinginan hawa nafsunya, dan mereka menganggap uang, pekerjaannya, usahanya, perniagaannya lebih baik dari pada sholatnya.

Kemudian Rasulullah tersandar dan menangis mendengar hal ini, seraya mengucapkan perkataan, sebagaimana bunyi ayat ke 87 Surah Maryam :

لَّا يَمۡلِكُونَ ٱلشَّفَٰعَةَ إِلَّا مَنِ ٱتَّخَذَ عِندَ ٱلرَّحۡمَٰنِ عَهۡدٗا

“Mereka tidak berhak mendapat syafa’at kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah.”

Para ulama mengatakan bahwa maksud perjanjian disini adalah sholat lima waktu yang merupakan perjanjian yang telah diikatkan oleh manusia kepada Allah SWT, sewaktu manusia masih berada dalam rahim ibunya.

Selanjutnya Abuya Alhabib Fahmi Almuthahar menyinggung tentang malam lailatul qadar. Ia mengatakan puncak dari Ramadhan ini adalah bagaimana kita dapat memperoleh malam lailatul qadar. Dengan memperoleh malam lailatul qadar ini, maka kita sebagai umat Rasulullah Saw akan dapat mengungguli ibadah umat-umat sebelum kita.

Hal ini karena ibadah yang dilakukan pada malam lailatul qadar bernilai disisi Allah sebagai ibadah yang dilakukan selama seribu bulan atau kurang lebih 83 tahun. Oleh karena itu ia menganjurkan untuk memperbanyak ibadah dan beri’ktikaf di masjid.

Abuya Alhabib Fahmi Almuthahar kemudian menasihati agar memperbanyak doa agar kita menjadi hamba yang diridhoi oleh Allah SWT.

“Jadi ibadah yang kita lakukan, ketaatan yang kita perbuat kepada Allah SWT, ini bukan karena kita ini orang hebat, tetapi ini berkah rahmat kasih sayangnya Allah. Makanya kita minta ridhonya Allah.”

Terakhir Abuya Alhabib Fahmi Almuthahar menganjurkan untuk memperbanyak bersedekah, karena sebaik-baiknya sedekah adalah di bulan Ramadhan. Hal ini termasuk juga di dalamnya adalah mengeluarkan infaq dan zakat maal, yang dapat membersihkan harta kita.

Berita Populer