Kita mungkin tak asing lagi dengan petikan ayat yang menyebutkan, “Kalian adalah umat terbaik,” yang diungkap dalam surah Ali ‘Imran ayat 110:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
Artinya: “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah,” (QS Ali ‘Imran [3]: 110).
Dengan jelas, ayat itu ditujukan kepada umat Rasulullah saw. Bahkan ayat ini dikuatkan dengan sabda Rasulullah saw:
وَجُعِلَتْ أُمَّتِي خَيْرَ الأُمَمِ
Artinya: “Umatku dijadikan sebagai umat terbaik,” (HR. Ahmad).
Pertanyaannya yang timbul kemudian, menyadarikah kita bahwa kita dijadikan allah sebagai umat terbaik? Lantas di manakah sisi terbaik dan keistimewaannya?
Jika kita melihat lanjutan ayat ini, umat terbaik adalah mereka yang tidak hanya beriman kepada Allah, tetapi juga menjalankan kewajiban untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar).
Tugas ini diberikan khusus kepada umat Nabi Muhammad. Jadi kalaulah umat terdahulu juga beriman dan menjalankan amar ma’ruf nahi munkar, mereka pun akan menjadi umat yang lebih baik, seperti umat Rasulullah saw.
Dalam Tafsir ath-Thabari, jilid 5, halaman 673, dijelaskan bahwa jika kita tidak memiliki ciri-ciri tersebut, maka predikat sebagai umat terbaik bisa saja hilang dari diri kita. Bahkan, bukan tidak mungkin kita menjadi umat yang sebaliknya. Namun, meskipun ayat ini dan sebagian tafsirnya mengingatkan kita akan hal itu, kita tidak perlu berkecil hati. Tetaplah berusaha menjaga keimanan dan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar sesuai dengan kemampuan dan kapasitas masing-masing.
Selain itu, Rasulullah saw juga telah menyampaikan kepada kita berbagai keistimewaan yang hanya diberikan kepada umatnya. Beberapa di antaranya disebutkan dalam hadits berikut:
أُعْطِيَتْ أُمَّتِي ثَلَاثًا لَمْ تُعْطَ إِلَّا الْأنْبِيَاءَ
Artinya: “Umatku telah diberi tiga perkara yang tidak diberikan kecuali kepada para nabi saja.” (HR. at-Tirmidzi).
Lanjutan hadits ini menyebutkan bahwa keistimewaan umat Nabi Muhammad adalah: pertama, perintah Allah untuk berdoa, sekaligus jaminan dikabulkannya.
اُدْعُوْنِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Artinya: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagi kalian,” (QS. al-Mu’min [40]: 60).
Berbeda dengan umat-umat sebelumnya, hanya para nabi mereka yang diperintahkan untuk berdoa dan dijamin terkabul doanya.
Kedua, Allah menyatakan bahwa Dia tidak menjadikan agama ini sulit bagi umat-Nya. Dulu, pernyataan ini hanya ditujukan kepada para nabi, tetapi sekarang berlaku untuk seluruh umat Nabi Muhammad saw.
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
Artinya: “Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan,” (QS. al-Hajj [22]: 78).
Ketiga, Allah menyatakan bahwa umat Nabi Muhammad saw dipilih sebagai umat yang istimewa dan dijadikan saksi bagi umat manusia lainnya. Sebelumnya, hanya para nabi yang diberi peran sebagai saksi.
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
Artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian,” (QS. al-Baqarah [2]: 143).
Keempat, kalimat istirja‘ yaitu innâlillâhi wainnâ ilaihi râji‘un ketika datang musibah. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قال: قالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: “أُمَّتِي أُعْطِيَتْ شَيْئًا لَم يُعْطَ أَحَدٌ مِنَ الأُمَمِ. إِنَّ دَاوُدَ عليه السلام كَانَ يَقُولُ: يَا أَسَفَى، وَأُمَّتِي أُمِرَتْ أَنْ تَقُولَ: إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ.” فَمَن قَالَهَا أُجِيرَ مِنَ الْمُصِيبَةِ، وَأُعْطِيَ مَكَانَهَا خَيْرًا مِّنْهَا وَرَضِيَ عَنْهُ.” (رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ)
Artinya: “Umatku diberi sesuatu yang belum pernah diberikan kepada yang lain. Nabi Dawud as pun hanya mengucap ‘Ya asafa (Menyesal sekali!) ketika mendapat musibah. Sementara umatku diberi perintah untuk mengucap innâlillâhi wainnâ ilaihi râji‘un.” Keutamaannya pun sangat besar. “Siapa saja yang mengucap istirja‘, maka Allah akan menambal musibahnya, memperbaiki kehidupan akhiratnya, dan memberi pengganti yang lebih baik dan diridainya.” (HR. ath-Thabrani).
Kelima, perintah bershalawat. Hal ini seperti yang disampaikan Rasulullah saw kepada Abu Thalhah usai kedatangan malaikat Jibril dalam hadits yang artinya: “Baru saja Jibril beranjak dari sisiku. Ia mengabariku tentang keutamaan umatku. Disampaikannya, ‘Hai Muhammad, siapa saja yang bershalawat kepadamu, maka Allah akan mencatat untuknya sepuluh kebaikan, menghapus sepuluh keburukan, dan mengangkat sepuluh derajat,’” (HR. Ibnu Ja‘d).
Sebagai penutup dari tulisan ini, marilah kita merenungkan keistimewaan umat Nabi Muhammad saw, yang di antaranya juga adalah hak untuk mendapatkan syafa’at pada hari kiamat.
Dalam berbagai hadits, Nabi Muhammad saw menjanjikan syafa’at bagi umatnya yang beriman, meskipun mereka memiliki banyak kesalahan. Sebagaimana sabda beliau:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قال: قالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: “أَنا أَكْرَمُ النَّاسِ عَلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَأَنا أَوَّلُ مَن يَشْفَعُ، وَأَوَّلُ مَن تُفَتَحُ لَهُ الْأَبْوَابُ
“Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah saw bersabda, ‘Aku adalah manusia yang paling mulia di sisi Allah pada hari kiamat, dan aku adalah orang pertama yang memberi syafa’at, serta orang pertama yang pintunya dibuka.'”
(HR. Muslim)
Pada hari kiamat, saat semua manusia dibangkitkan dan dimintai pertanggungjawaban, umat Nabi Muhammad akan mendapatkan harapan besar melalui syafa’at beliau.
Dengan penuh kasih sayang, Nabi Muhammad akan memohon kepada Allah untuk mengampuni dosa-dosa umatnya dan memberi mereka tempat di surga. Ini adalah bentuk kasih sayang Allah dan keistimewaan yang luar biasa bagi umat Nabi Muhammad.
Sebagai umat Nabi Muhammad saw, kita perlu menyadari betapa besar keistimewaan dan anugerah yang diberikan kepada kita.
Status sebagai umat terbaik bukan sekadar kehormatan, namun juga amanah untuk menjalankan perintah amar ma’ruf nahi munkar, serta menjaga keimanan kepada Allah dengan sepenuh hati.
Keutamaan yang kita miliki seperti jaminan syafa’at, kemudahan dalam agama, serta kehormatan sebagai saksi atas umat manusia lainnya seharusnya menjadi dorongan bagi kita untuk terus memperbaiki diri dan memperkokoh amal kebaikan.
Semoga kita senantiasa diberi kekuatan untuk menjalankan tugas ini dan mendapatkan syafa’at dari Rasulullah saw. di akhirat kelak. Aamiin ya Rabbal Alamin.