Mengungkap Larangan Riba dalam Berbagai Agama dan Peradaban

Bagikan :

Riba adalah praktek ekonomi yang telah terjadi pada zaman yang telah lalu, sering dikaitkan dengan pengenaan bunga tinggi yang memberatkan dan menciptakan ketimpangan sosial.

Dalam Islam, riba dilarang keras karena dampaknya yang merugikan individu dan masyarakat, menjadikannya salah satu dosa besar.

Larangan ini ditegaskan dalam Al-Qur’an dan Hadis, yang tujuannya menciptakan sistem ekonomi yang adil dan bebas eksploitasi.

Riba bukan hanya dikenal dalam Islam, tetapi juga dalam agama lain yang sudah lama melarang praktik ini. Bahkan, larangan terhadap riba sudah ada sebelum Islam hadir sebagai agama.[1]

Yang pertama  adalah agama yahudi, Yahudi juga mengharamkan praktik riba  seperti termaktub dalam kitab sucinya, menurut kitab suci agama Yahudi yang disebutkan dalam Perjanjian Lama kitab keluaran ayat 25 pasal 22: “Bila kamu menghutangi seseorang diantara warga bangsamu uang, maka janganlah kamu berlaku laksana seorang pemberi hutang, jangan kamu meminta keuntungan padanya untuk pemilik uang“.

Dan pada pasal 36 disebutkan: “Supaya ia dapat hidup di antaramu janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba dari padanya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu dapat hidup diantaramu“.

Namun, larangan ini hanya berlaku di kalangan sesama Yahudi. Mereka menghalalkan riba jika dilakukan kepada orang di luar kaumnya.

Hal ini membuat bangsa Yahudi dikenal gemar mengambil riba dari pihak lain. Karena kezaliman ini, Allah menyebutkan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 160-161 bahwa perbuatan mereka merupakan tindakan memakan harta orang lain secara batil, dan Allah akan memberi mereka azab yang pedih.

Yang kedua adalah agama Nasrani,  Berbeda dengan Yahudi, umat Nasrani mengharamkan riba untuk semua orang, tanpa memandang agama atau latar belakang, baik kepada sesama Nasrani maupun non-Nasrani. Menurut mereka (tokoh-tokoh Nasrani) dalam perjanjian lama kitab Deuntoronomy pasal 23, pasal 19 disebutkan: “Janganlah engkau membungakan uang terhadap saudaramu baik uang maupun bahan makanan atau apapun yang dapat dibungakan“.

Yang ketiga dari masa Yunani kuno, bangsa Yunani yang dikenal dengan bangsa yang mempunyai peradaban yang maju  mereka dengan tegas melarang praktik peminjaman uang dengan bunga.

Aristoteles, seorang filsuf terkenal yang berasal dari Yunani pun sangat menentang pembungaan uang, bahkan ia mengatakan: “Bunga uang tidaklah adil” “Uang seperti ayam betina yang tidak bertelur” “Meminjamkan uang dengan bunga adalah sesuatu yang rendah derajatnya”

Sebagai penutup, larangan praktik riba ternyata bukan hanya ajaran dalam Islam, tapi juga nilai penting yang dipegang oleh banyak agama untuk menciptakan ekonomi yang adil dan sejahtera.

Riba, yang sering kali hanya menguntungkan satu pihak dan merugikan yang lain, jelas bertentangan dengan prinsip keadilan sosial.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjauhi praktik riba dan memilih cara bertransaksi yang lebih adil dan berkah, sesuai dengan ajaran agama yang mengutamakan kesejahteraan bersama.

 

[1] RIBA DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN SEJARAH

Berita Populer