5 Jenis Mahar Pernikahan yang Dilarang dalam Islam

Bagikan :
Ilustrasi (Foto.Net)

masjidkapalmunzalan.id – Dalam ajaran Islam, mahar merupakan hak seorang istri yang wajib diberikan oleh suami sebagai bagian dari akad pernikahan. Mahar bisa berupa uang, perhiasan, perabot rumah tangga, binatang, jasa, hingga benda-benda berharga lainnya selama memiliki nilai di mata masyarakat. Namun, Islam juga memberikan batasan bahwa tidak semua jenis mahar boleh dijadikan pemberian dalam pernikahan.

Dinukil dari Al-Fiqh ‘ala Madzahib Al-Khamsah karya Muhammad Jawad Mughniyah, mahar harus diketahui dengan jelas bentuk dan nilainya agar tidak menimbulkan perselisihan. Rasulullah SAW pun menegaskan bahwa pernikahan yang paling penuh berkah adalah yang paling ringan maharnya. Dari Aisyah RA, Nabi SAW bersabda:

“Nikah yang paling besar berkahnya adalah yang paling ringan maharnya.” (HR Ahmad)

Berikut lima jenis mahar yang dilarang dalam Islam:

1. Mahar Berupa Barang Haram

Islam melarang menjadikan barang haram sebagai mahar, seperti minuman keras, babi, atau darah. Dalam Fiqh Munakahat karya Abdul Rahman Ghazaly dijelaskan, jika mahar menggunakan barang haram, maka akad nikah tersebut dihukumi tidak sah. Imam Syafi’i menegaskan, apabila istri belum menerima mahar yang haram, maka ia berhak mendapat mahar pengganti yang halal.

2. Mahar yang Memberatkan

Islam mengajarkan agar mahar tidak menjadi beban berat bagi calon suami. Mahar yang terlalu tinggi dan sulit dipenuhi dinilai tercela, karena bisa menghalangi niat baik seseorang untuk menikah. Justru, mahar yang ringan akan membawa keberkahan dalam rumah tangga.

3. Mahar yang Tak Memiliki Harga

Mahar juga tidak boleh berupa sesuatu yang tidak memiliki nilai atau manfaat. Dalam Fiqh as-Sunnah li an-Nisa’ karya Abu Malik Kamal ibn Sayyid Salim disebutkan, mahar bisa berupa apa pun yang bernilai maknawi, asalkan istri ridha dan memiliki manfaat yang jelas.

4. Mahar yang Cacat

Mahar yang cacat secara fisik juga tidak dianjurkan. Menurut kitab Bidayah Al-Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid karya Ibnu Rusyd, sebagian ulama berpendapat bahwa akad nikahnya tetap sah meski maharnya cacat. Namun, istri memiliki hak untuk meminta penggantian atau mahar sepadan (mahar mitsil).

5. Mahar yang Berlebihan

Islam menekankan kesederhanaan dalam pemberian mahar. Sayyid Sabiq dalam Fiqh As-Sunnah menjelaskan bahwa syariat melarang berlebihan dalam menentukan mahar. Rasulullah SAW bersabda:

“Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah.” (HR Hakim)

Dengan demikian, Islam menganjurkan agar mahar diberikan secara wajar, halal, dan tidak memberatkan salah satu pihak. Kesederhanaan dalam mahar justru menjadi sumber keberkahan dan ketenangan dalam rumah tangga.

Wallahu a’lam.

Berita Populer