Berselimut Kabut, Upacara Kemerdekaan RI ke-80 di Negeri Kahyangan Merbabu Berjalan dengan Khidmat

Bagikan :
UPACARA – Ustaz Abdul Somad (UAS), Ustaz Salim A. Fillah, Ustaz Luqmanulhakim (Ayahman), dan Habib Muhammad bin Anis mengikuti Upacara Kemerdekaan RI ke-80 di Negeri Kahyangan Merbabu, Ahad (17/8/2025). (Foto.Istimewa)

masjidkapalmunzalan.id – Kabut pagi turun perlahan di lereng Gunung Merbabu, Ahad (17/8). Udara dingin yang menusuk kulit tak menyurutkan ratusan orang untuk berdiri tegak di pelataran Negeri Kahyangan, Dusun Surodadi, Desa Wonolelo, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Tempat yang dulu dikenal sebagai Tol Kahyangan itu menjadi saksi peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia.

Bendera Merah Putih berkibar, lagu Indonesia Raya berkumandang, dan seorang ulama kharismatik, Ustaz Abdul Somad (UAS), tampil sebagai inspektur upacara. Dengan busana Melayu lengkap, mengenakan tanjak dan kain sampin, ia menyampaikan amanat yang menggetarkan hati, jauh melampaui batas lokasi.

“Penjajah lari bukan karena tank kita, bukan karena senjata kita. Mereka lari karena kita tidak takut mati,” seru UAS dengan suara lantang.

Suasana seketika hening. UAS mengingatkan kembali sejarah perjuangan bangsa, bagaimana ulama dan rakyat menanamkan keberanian, keyakinan, serta semangat pantang menyerah menghadapi maut demi kemerdekaan.

Upacara semakin khidmat dengan hadirnya para asatidz masyhur, di antaranya Ustaz Salim A. Fillah, Ustaz Luqmanulhakim (Ayahman), dan Habib Muhammad bin Anis, yang secara bergantian membacakan naskah Proklamasi, Pancasila, dan UUD 1945.

Ratusan peserta dari kalangan santri, ormas Islam, dan masyarakat sekitar hadir dengan penuh semangat, mengenakan pakaian tradisional khas Jawa dan busana santri berupa sarung, peci, dan baju adat.

Kepedulian pada Palestina

Dalam amanatnya, UAS mengaitkan kemerdekaan Indonesia dengan perjuangan bangsa lain. “Delapan puluh tahun lalu, Mufti Palestina Al-Husaini menjalin kekuatan untuk mendukung kemerdekaan Indonesia. Tapi hari ini mereka terjajah, anak-anak dibunuh, orang tua mati. Apa peduli kita kepada Gaza? Apa peduli kita kepada Palestina?”

Pertanyaan itu menggantung di udara dingin Merbabu, menusuk dada para peserta upacara.

UAS juga menyinggung korupsi dan pengkhianatan konstitusi. “Penjajah itu jelas kulitnya. Tapi ada orang-orang darahnya darah kita, kulitnya kulit kita, yang merampas kekayaan negeri ini,” tegasnya.

Upacara ditutup dengan doa bersama, memohon agar Indonesia tetap tegak sebagai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur — negeri yang baik, diridai Allah. Angin sejuk Merbabu seakan membawa doa itu menjadi pengingat abadi bahwa kemerdekaan adalah amanah besar.

Sebelum menutup amanatnya, UAS kembali menegaskan pesan penting: “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah.”

Delapan puluh tahun kemerdekaan, di kaki Merbabu, suara UAS bergaung kuat: kemerdekaan adalah syukur, sekaligus tanggung jawab di hadapan Tuhan dan bangsa. (*)

Berita Populer