Puasa ‘Asyura, Sunnah yang Memiliki Sejarah Menarik

Bagikan :

Kubu Raya (16/07/2024) – Hari ini Selasa, 16 Juni 2024 bertepatan dengan tanggal 10 Muharram 1446 H, umat Islam disunnahkan untuk melaksanakan Puasa ‘Asyura.

Puasa ‘Asyura sendiri merupakan salah satu sunnah dengan sejarah yang menarik. Hal ini pun telah banyak dibahas dalam beberapa artikel yang beredar di internet. Misalnya dari laman muhammadiyah.or.id menjelaskan seputar asal-usul puasa Asyura, ada asumsi yang menyebutkan bahwa puasa ini sebenarnya bukan berasal dari tradisi orisinil umat Islam, melainkan merupakan adaptasi dari ibadah umat Yahudi. Asumsi ini diperkuat oleh hadits berikut: 

Dari Ibnu ‘Abbas Ra bahwa Nabi Saw ketika tiba di Madinah, Beliau mendapatkan mereka (orang Yahudi) melaksanakan puasa hari ‘Asyura (10 Muharam) dan mereka berkata; “Ini adalah hari raya, yaitu hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan Fir’aun. Lalu Nabi Musa As sebagai wujud syukur kepada Allah”. Maka Beliau bersabda: “Akulah yang lebih utama (dekat) terhadap Musa dibanding mereka”. Maka Beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umat Beliau untuk mempuasainya (HR. Bukhari).

Berdasarkan hadis di atas terdapat keterangan bahwa pada 10 Muharram atau 10 Tishrei dalam kalender lunisolar Ibrani, Musa dan Bani Israel berhasil meraih kemenangan gemilang atas Fir’aun dan bala tentaranya. Kemenangan ini menjadi momentum penting dalam sejarah orang-orang Yahudi, sehingga mereka menyebutnya sebagai Hari Suci Yom Kippur.

Selama perayaan Yom Kippur ini, umat Yahudi menahan diri dari berbagai kegiatan sehari-hari, mereka akan berpuasa, tidak mandi atau mencuci, tidak berhubungan seksual, menghindari pemakaian sepatu kulit, serta menghindari penggunaan lotion atau krim. Tujuan dari penerapan “penderitaan” ini adalah sebagai bentuk penebusan dosa tahun sebelumnya.

Kemudian dikutip dari laman NU Online, Dalam catatan sejarah, pada 10 Muharram banyak terjadi peristiwa luar biasa, termasuk selamatnya Nabi Musa AS dari kejaran pasukan Fir’aun. Sebagai bentuk syukur, Nabi Musa as berpuasa pada hari tersebut. Berikutnya, umat Yahudi mengikuti apa yang dilakukan nabinya itu, berpuasa setiap 10 Muharram.

Masih dari laman NU Online dikatakan oleh Imam Fakhruddin ar-Razi, puasa 10 Muharram bagi umat Yahudi merupakan satu-satunya puasa yang dilakukan dalam kurun waktu satu tahun. Jika umat Islam punya puasa Ramadhan, maka umat Yahudi punya puasa Asyura. Sementara itu, menurut Syekh Musa Lasyin (wafat 2009 M) dalam kitabnya, Fathul Mun’im Syarhu Shahîh Muslim menjelaskan, puasa Asyura sudah dilakukan oleh orang-orang Arab Jahiliyyah Kota Makkah. Artinya, sebelum Rasulullah SAW bertemu orang Yahudi di Madinah yang kebetulan saat itu mereka berpuasa ‘Asyura, terlebih dahulu puasa ini dilakukan oleh penduduk Makkah sebelum Islam. Masih menurut Syekh Musa Lasyin, ada dua kemungkinan alasan orang Jahiliyyah berpuasa Asyura. Mengikuti syari’at Nabi Ibrahim AS dengan tujuan memuliakan hari Asyura yang juga dibarengi dengan pemasangan kiswah untuk bangunan Ka’bah; atau sebagai penebus dosa-dosa yang telah dilakukan di masa Jahiliyyah. Mereka merasa sangat bersalah dan meyakini puasa ‘Asyura mampu meleburnya.

Dengan Rasulullah SAW berpuasa ‘Asyura, menjadi salah satu strategi Rasulullah dalam berdakwah, orang Yahudi akan merasa syariat yang diajarkan Rasulullah tidak terlalu jauh berbeda dari ajaran yang dibawa Nabi mereka Musa AS. Sehingga orang Yahudi akan beranggapan bahwa ajaran Islam dengan ajaran Yahudi memiliki ajaran, sumber, serta Tuhan yang sama yaitu Allah SWT. Harapannya agar mereka luluh kemudian lebih mudah untuk mau mengikuti Islam. Sebagai pembeda dari ajaran Yahudi, Rasulullah SAW juga memerintahkan umat Islam untuk berpuasa pada tanggal 9 Muharram yaitu puasa Tasu’a.

Puasa ‘Asyura sendiri memiliki beberapa keutamaan, seperti yang ditulis dalam laman rumaysho.com, mengenai Keutamaan dalam Puasa ‘Asyura seperti:

1. Puasa di bulan Muharram adalah sebaik-baik puasa.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163).

Muharram disebut syahrullah yaitu bulan Allah, itu menunjukkan kemuliaan bulan tersebut. Ath Thibiy mengatakan bahwa yang dimaksud dengan puasa di syahrullah yaitu puasa Asyura. Sedangkan Al Qori mengatakan bahwa hadits di atas yang dimaksudkan adalah seluruh bulan Muharram. Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 2: 532. Imam Nawawi rahimahullah berkata bahwa bulan Muharram adalah bulan yang paling afdhol untuk berpuasa. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 50.

Hadits di atas menunjukkan keutamaan puasa di bulan Muharram secara umum, termasuk di dalamnya adalah puasa Asyura.

2. Puasa Asyura menghapuskan dosa setahun yang lalu

Dari Abu Qotadah Al Anshoriy, berkata,

“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, ”Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162).

Kata Imam Nawawi rahimahullah, yang dimaksudkan pengampunan dosa di sini adalah dosa kecil sebagaimana beliau penerangkan masalah pengampunan dosa ini dalam pembahasan wudhu. Namun diharapkan dosa besar pun bisa diperingan dengan amalan tersebut. Jika tidak, amalan tersebut bisa meninggikan derajat seseorang. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 46.

Adapun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berpendapat secara mutlak setiap dosa bisa terhapus dengan amalan seperti puasa Asyura. Lihat Majmu’ Al Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 7: 487-501

3. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam punya keinginan berpuasa pada hari kesembilan (tasu’ah)

Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,

“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan,

“Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)– kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan,

“Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.” (HR. Muslim no. 1134)

Kenapa sebaiknya menambahkan dengan hari kesembilan untuk berpuasa? Kata Imam Nawawi rahimahullah, para ulama berkata bahwa maksudnya adalah untuk menyelisihi orang Yahudi yang cuma berpuasa tanggal 10 Muharram saja. Itulah yang ditunjukkan dalam hadits di atas. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 14.

Puasa ‘Asyura ini, tidak hanya memiliki sejarah yang kaya sebagai adaptasi dari tradisi Yahudi untuk mengenang keselamatan Nabi Musa AS, tetapi juga dianggap sebagai salah satu ibadah sunnah terbaik setelah puasa Ramadhan. Selain menghapus dosa-dosa kecil setahun sebelumnya, puasa Asyura juga merupakan bagian dari strategi dakwah Nabi Muhammad SAW untuk menunjukkan kesamaan nilai-nilai spiritual antara Islam dan Yahudi. Anjuran untuk juga berpuasa pada hari sebelumnya, 9 Muharram, menunjukkan kesungguhan untuk membedakan praktik ibadah dengan umat Yahudi, serta menambah nilai spiritual dalam meniti perjalanan hidup.

 

Referensi:

Ilham Ibrahim.  Juli 2023. Asal Usul Puasa Asyura. https://muhammadiyah.or.id/2023/07/asal-usul-puasa-tasua-dan-asyura/. Diakses pada 16 Juli 2024.

Patoni. 27 Juli 2023. Sejarah Puasa Asyura 10 Muharram.  https://www.nu.or.id/nasional/sejarah-puasa-asyura-10-muharram-lZnVJ . Diakses pada 16 Juli 2024.

Muhammad Abdul Tuasikal. 11 November 2013. Keutamaan Puasa Asyura.  https://rumaysho.com/3750-keutamaan-puasa-asyura.html. Diakses pada 16 Juli 2024.

 

Berita Populer