Keteguhan Iman dan Bakti pada Orang Tua yang berbeda agama: Pelajaran dari kisah Sa’ad bin Abi Waqash dan Asma binti Abu Bakar

Bagikan :

 

 

 

 

 

 

Dalam Islam, berbakti kepada orang tua adalah salah satu kewajiban yang sangat ditekankan, bahkan disebutkan berulang kali dalam Al-Qur’an dan hadis. Namun, bagaimana jika orang tua memiliki keyakinan yang berbeda dengan anaknya? Apakah seorang muslim tetap diperintahkan untuk taat kepada orang tuanya pada kondisi seperti itu?

Allah berfirman dalam Surah Al Mumtahanah ayat 8:

لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ

Artinya: Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.

Imam Abu Muhammad al-Husein bin Mas’ud bin Muhammad al-Baghawi atau yang kita kenal dengan Imam Baghowi menjelaskan di dalam karya monumentalnya yakni Tafsir ma’alimut tanzil (jilid V, halaman 72) terkait ayat ini.

Beliau mengatakan yang artinya: abdullah bin Zubair berkata: Ayat ini turun berkenaan dengan Asma binti Abu Bakar. Ibunya, Qutailah binti Abdul Uzza, datang ke Madinah membawa hadiah berupa madu, keju, dan mentega. Akan tetapi Ibunya masih dalam keadaan belum beriman. Asma berkata: “Aku tidak akan menerima hadiah darimu dan engkau tidak boleh masuk ke rumahku sebelum aku meminta izin kepada Rasulullah.” Asma kemudian bertanya kepada Rasulullah, dan Allah menurunkan ayat ini. Rasulullah memerintahkan Asma untuk menerima hadiah ibunya, menghormatinya, dan berbuat baik kepadanya.

Dari cerita tentang Asma binti Abu Bakar dan ibunya, kita dapat mengambil beberapa pelajaran penting. Pertama, cerita ini mengajarkan nilai menghormati orang tua, meskipun mereka memiliki keyakinan yang berbeda. Asma menunjukkan bahwa ia menghargai ibunya dan berusaha untuk berbuat baik padanya, meskipun ibunya belum beriman.

Kedua, cerita ini menegaskan pentingnya bertanya kepada orang yang lebih berilmu, seperti Rasulullah, ketika kita menghadapi dilema. Asma tidak ragu untuk mencari petunjuk dari Rasulullah sebelum mengambil keputusan.

Terakhir, ayat yang diturunkan menunjukkan bahwa kasih sayang dan hubungan baik dengan orang tua harus selalu dijaga, dan bahwa Allah memerintahkan kita untuk tetap berbuat baik kepada mereka tanpa mengabaikan keimanan kita. Hal ini menjadi contoh kita untuk belajar tentang kasih sayang, pengertian, dan penghormatan dalam hubungan keluarga.

Akan tetapi, ketika orang tua memberikan perintah yang bertentangan dengan akidah yang kita anut, kita harus tetap teguh pada prinsip iman kita. Dalam hal ini, tidak diperbolehkan untuk menuruti perintah tersebut, karena keyakinan dan hubungan kita kepada Allah adalah yang paling utama. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya keimanan dan ketakwaan.

Berkaitan dengan pentingnya untuk tetap teguh dalam menjaga keimanan ini, ada cerita menarik terkait sahabat yang bernama Sa’ad bin Abi Waqash, beliau terkenal sebagai anak yang selalu taat kepada ibunya, Hamnah binti Abu Sufyan bin Umayyah. Namun, kecintaan sang ibu mulai pudar ketika Sa’ad memutuskan untuk memeluk Islam, yang menjadi tragedi besar baginya. Ibunya selalu mempertanyakan motif dan keuntungan Sa’ad masuk Islam, bahkan mengancam tidak akan makan dan minum sampai ia kembali ke agama semula, atau ia akan meninggal dalam kondisi tersebut.

Ancaman ini menggegerkan masyarakat, dan Sa’ad pun diolok-olok dan dicaci maki sebagai anak durhaka yang ingin menelantarkan ibunya. Meski demikian, Sa’ad tetap berpegang teguh pada pendiriannya dan tidak terpengaruh oleh ejekan tersebut. Ia sangat khawatir dengan ancaman yang membahayakan ibunya, dan ketika ibunya benar-benar mengurung diri dan tidak makan serta minum, Sa’ad dengan tegas menyampaikan, “Wahai ibuku, seandainya engkau memiliki 100 nyawa, lalu nyawa itu melayang satu per satu demi memaksaku untuk keluar dari agamaku, niscaya aku tetap teguh pada pendirianku.” Melihat keteguhan hati anaknya, sang ibu akhirnya tersadar dan kembali makan dan minum. (Al-Baghawi, Ma’alim al-Tanzil fi Tafsir al-Qur’an, [Beirut: Dar Ihya’ Turats al-‘Arabi, 1420 H], Juz 3, halaman: 551)

Setelah kejadian itu, Sa’ad bertemu Rasulullah SAW dan menceritakan peristiwa tersebut, yang kemudian menimbulkan turunnya ayat yang menguatkan kedudukan akidah dalam hubungan dengan orang tua.

Sebagai seorang muslim, kita diajarkan untuk selalu berbakti kepada orang tua, meskipun mereka memiliki keyakinan yang berbeda. Islam menekankan pentingnya menjaga hubungan baik, menunjukkan kasih sayang, dan berlaku adil kepada mereka. Namun, di saat yang sama, kita harus tetap teguh dalam mempertahankan iman dan prinsip agama.

Kisah sahabat seperti Asma binti Abu Bakar dan Sa’ad bin Abi Waqash mengajarkan kita bahwa berbakti kepada orang tua dan memelihara keimanan dapat berjalan beriringan, selama kita melakukannya dengan penuh kebijaksanaan dan ketaatan kepada Allah. Semoga kita selalu diberikan kekuatan untuk mengimbangi kasih sayang dan keyakinan dengan sebaik-baiknya.

Sumber: https://islam.nu.or.id/hikmah/kisah-toleransi-ketika-rasulullah-minta-asma-binti-abu-bakar-terima-hadiah-dari-ibunya-yang-non-muslim-mrodu

Sumber: https://jatim.nu.or.id/rehat/kisah-sa-ad-bin-abi-waqash-yang-dipaksa-kufur-oleh-ibunda-Iti7T

Berita Populer