masjidkapalmunzalan.id – Mahalul qiyam merupakan bagian yang sangat khas dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Dalam tradisi ini, kaum muslimin berdiri sambil melantunkan sholawat sebagai bentuk penghormatan dan cinta kepada Rasulullah SAW.
Peringatan Maulid Nabi biasanya diisi dengan lantunan sholawat serta kisah-kisah kelahiran beliau. Di antara rangkaian acara tersebut, mahalul qiyam menjadi momen paling istimewa yang dinantikan, karena di sanalah tercurah doa, salam, dan rasa cinta kepada baginda Nabi Muhammad SAW.
1. Membaca Maulid Singkat Ad-Diba’i
Sebelum memasuki bacaan mahalul qiyam, umat Islam biasanya melantunkan Maulid Ad-Diba’i.
Dalam kitab Maulid Adhiyaul Laami susunan Majelis Rasulullah SAW, disebutkan bacaan berikut:
وَضَجَّتْ الْمَلاَئِكَةُ تَهْلِيْلاً وَتَمْجِيْدًا وَاسْتِغْفَارًا …
Artinya: “Arsy Allah berguncang dengan kegembiraan. Kursi-Nya bertambah keagungannya, langit dipenuhi cahaya. Para malaikat bersorak dengan pujian dan permohonan ampun…”
Bacaan ini menggambarkan suasana agung saat kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang lahir dalam keadaan sujud, penuh syukur, dan wajahnya bercahaya bagaikan bulan purnama.
2. Melantunkan Sholawat Mahalul Qiyam
Setelah itu, jamaah berdiri untuk melantunkan sholawat mahalul qiyam. Bacaan sholawat ini penuh dengan pujian dan salam kepada Rasulullah SAW, di antaranya:
-
“Yaa nabii salaam ‘alaika, yaa rasuul salaam ‘alaika”
Artinya: “Wahai Nabi, salam sejahtera untukmu. Wahai Rasul, salam sejahtera untukmu.” -
“Asyroqol badru ‘alainaa, fakhtafat minhul buduuru”
Artinya: “Bulan purnama telah terbit menyinari kami, pudarlah purnama lainnya.” -
“Anta syamsun anta badrun, anta nuurun fauqo nuurin”
Artinya: “Engkau bagaikan matahari, engkau bagai bulan purnama, engkau cahaya di atas cahaya.”
Sholawat-sholawat ini dilantunkan dengan penuh rasa cinta, memuji kemuliaan Rasulullah SAW sebagai rahmat bagi seluruh alam.
3. Berdiri sebagai Bentuk Penghormatan
Tradisi berdiri saat mahalul qiyam memiliki dasar kuat dalam tradisi para ulama. Dalam kitab I’anah At-Tholibin karya Sayyid Abu Bakar Syatha al-Dimyathi al-Bakri dijelaskan:
“Telah menjadi kebiasaan saat orang mendengar disebutkan kelahiran Nabi Muhammad, mereka berdiri untuk memberikan penghormatan. Berdiri semacam ini dianggap bagus, karena di dalamnya ada pengagungan terhadap Nabi, dan hal ini telah dilakukan oleh mayoritas ulama.”
Meski bukan sebuah kewajiban, berdiri dalam mahalul qiyam merupakan bentuk adab dan cinta, serta penghormatan kepada Rasulullah SAW yang layak untuk diamalkan.
Mahalul qiyam bukan sekadar bacaan, melainkan ungkapan cinta, syukur, dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan melantunkannya, kita berharap mendapat keberkahan, syafaat, serta semakin tumbuh kecintaan kepada Rasulullah SAW. (*)