masjidkapalmunzalan.id – Uwais Al-Qarni adalah seorang tabi’in mulia yang lahir pada tahun 594 M dan wafat pada 657 M (37 H). Ia hidup di masa Rasulullah ﷺ, namun tak pernah sempat bertemu langsung dengan beliau.
Dikutip dari buku Tabi’in Terbaik karya Firanda Andirja, Uwais berasal dari Qarn, Bareq, Asir — wilayah yang kini termasuk dalam kawasan Arab Saudi bagian selatan, dekat perbatasan Yaman. Dari tanah kelahirannya itulah, nama Uwais Al-Qarni dikenal luas hingga ke seluruh dunia Islam.
Meskipun hatinya sangat rindu kepada Rasulullah ﷺ, Uwais memilih untuk berbakti kepada ibunya yang sudah tua dan lumpuh. Pilihan mulia ini membuatnya menjadi teladan besar dalam birrul walidain, yaitu berbakti kepada orang tua.
Teladan dari Uwais Al-Qarni
Kisah hidup Uwais Al-Qarni sarat dengan pelajaran tentang kesabaran, pengorbanan, dan kerendahan hati. Ia dikenal sebagai pribadi yang zuhud, penuh keikhlasan, dan senantiasa beribadah kepada Allah dengan ketulusan yang luar biasa.
Rasulullah ﷺ bahkan berpesan kepada para sahabatnya untuk mencari dan meminta doa kepada Uwais Al-Qarni. Karena keikhlasan dan ketakwaannya, Uwais dikenal dengan julukan “penghuni langit” — doa-doanya mustajab dan begitu dihormati oleh para malaikat.
Perjalanan Bakti Uwais kepada Sang Ibu
Dalam buku Kisah Teladan Ulama-Ulama Besar Dunia karya Jaka Perdana Putra disebutkan, sejak kecil Uwais tumbuh dalam kemiskinan dan menderita penyakit sopak (vitiligo) di tubuhnya. Meski demikian, ia tidak pernah mengeluh. Ia tetap sabar, rendah hati, dan terus beribadah kepada Allah.
Ia tinggal berdua dengan ibunya yang sudah tua dan lumpuh. Uwais merawat ibunya dengan penuh kasih sayang, memenuhi segala kebutuhannya tanpa keluh kesah.
Suatu hari, sang ibu mengungkapkan keinginan besar untuk menunaikan ibadah haji. Uwais yang miskin dan tidak memiliki kendaraan berusaha keras mencari cara untuk mewujudkannya. Ia membeli seekor anak lembu dan melatih dirinya dengan menggendong lembu itu naik-turun bukit setiap hari.
Semakin lama lembu itu tumbuh besar, semakin kuat pula otot dan ketahanan Uwais. Latihan itu ternyata menjadi persiapan untuk menggendong ibunya menuju Tanah Suci Makkah. Dengan penuh cinta dan kesabaran, ia membawa ibunya menempuh perjalanan jauh dari Yaman hingga Makkah.
Di hadapan Ka’bah, Uwais memanjatkan doa agar dosa ibunya diampuni. Ia merasa cukup bila mendapatkan ridha sang ibu, karena itulah yang akan membawanya menuju surga.
Allah pun mengabulkan doa tulusnya dan menyembuhkan penyakit sopak yang dideritanya. Hanya tersisa tanda putih di tengkuknya sebagai bukti dan ciri khas dirinya.
Dikenal Rasulullah sebagai Penghuni Langit
Rasulullah ﷺ pernah bersabda kepada Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib, bahwa akan datang seorang lelaki saleh dari Yaman bernama Uwais. Beliau menyebut bahwa doa Uwais sangat mustajab dan memerintahkan mereka untuk meminta doa serta istighfar kepadanya.
Uwais pernah datang ke Madinah untuk bertemu Rasulullah ﷺ, namun saat itu Nabi sedang berada di medan perang. Ia hanya sempat bertemu Ummul Mukminin Aisyah r.a. Karena ibunya sudah tua dan sakit, Uwais segera pulang kembali ke Yaman — menunjukkan ketaatan dan bakti yang luar biasa kepada ibunya.
Sepulang Rasulullah dari medan perang, beliau menanyakan siapa yang mencari beliau. Setelah mendengar penjelasan Aisyah, Nabi ﷺ menegaskan bahwa itulah Uwais, seorang penghuni langit yang dikenal para malaikat.
Setelah Rasulullah wafat, Umar dan Ali terus mencari Uwais di setiap kafilah dari Yaman. Hingga akhirnya, mereka benar-benar bertemu dengannya dan melihat tanda putih di tubuhnya sebagaimana sabda Nabi.
Dengan penuh kerendahan hati, Uwais mendoakan dan memintakan ampun untuk Umar dan Ali. Sejak saat itu, kisahnya menjadi teladan agung tentang bakti kepada orang tua dan keikhlasan beribadah kepada Allah SWT.
Pelajaran dari Uwais Al-Qarni
-
Ridha Allah bergantung pada ridha ibu.
-
Ketaatan kepada orang tua lebih utama daripada keinginan pribadi.
-
Keikhlasan dan kesabaran dalam berbakti akan mengangkat derajat di sisi Allah.
Uwais Al-Qarni membuktikan bahwa kemuliaan tidak datang dari harta atau kedudukan, melainkan dari hati yang ikhlas dan bakti kepada orang tua.
Wallahu a’lam.